Sabtu, 01 Juni 2013

[ FF One Shoot - My Last Day ]



Tittle        : My Last Day

Author      : Ika S Diastuti

Cast          :  Lee Hyukjae (Eunhyuk)
                   Shim Nayoung
                   Lee Donghae

Genre        : Sad


Rating       : General





April 04, 2013

Eunhyuk duduk termenung di tepi ranjangnya. Hari memang sudah siang, namun ia masih belum ingin beranjak. Rutinitas sejak satu tahun lalu. Kepalanya menunduk dengan mata yang terpejam. Cukup lama ia dalam posisi tersebut, hingga suara decitan pintu memaksanya untuk merubah posisi. Dia mendongak menatap namja yang sempat mengusiknya. Ya, mengusik lamunannya. Pemuda itu  berdiri di ambang pintu. Tatapannya sayu, terpancar kesedihan dari sana.
       “Apa yang sedang kau pikirkan, Eunhyuk-ah?” Tanya pemuda itu setelah duduk di tepi ranjang. Tatapannya masih sama.
Eunhyuk tersenyum. Seolah tidak apa-apa. Gagal. Senyumnya malah membuat ia semakin terlihat menyedihkan. “Tidak ada. Kenapa kau kemari, Donghae-ya? Tumben.”
“Aku hanya ingin menemanimu. Tidak boleh?” Donghae belum merubah tatapannya. Hatinya seperti teriris melihat sahabatnya yang begitu rapuh. Seperti mayat hidup. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Segala cara sudah ia lakukan agar Eunhyuk bangkit dan melanjutkan  hidupnya kembali. Tapi, semua usahanya selalu berakhir dengan kegagalan.
“Sudah hampir satu tahun ‘dia’ meninggalkanku.” Lirih Eunhyuk. Suaranya bergetar.
Hati Donghae semakin teriris mendengarnya. Perih. “Kau merindukannya?”
Sebuah anggukkan lemah. Eunhyuk bergeming mentap ke luar jendela. Mengundang desahan dari mulut Donghae. Ia menghela napas. “Dengar, ‘dia’ tidak meninggalkanmu. ‘Dia’ ada bersamamu.” Donghae menepuk dada Eunhyuk. “’Dia’ di sini. Di hatimu.”

Eunhyuk mendongak, menatap wajah Donghae yang terlihat lelah. Lelah dengan sikap Eunhyuk yang selalu menyendiri, mengurung diri di kamar, seperti mayat hidup sejak setahun lalu. Ia adalah satu-satunya orang yang masih sabar menghadapi Eunhyuk, bahkan keluarganya sendiri sudah menyerah. Tapi, sebagai sahabat yang baik, yang selalu ada untuk Eunhyuk, yang siap menjalani suka duka bersama Eunhyuk, Donghae terus berusaha untuk membuat Eunhyuk bangkit dari keterpurukannya. Walaupun itu semua memang sulit. Bayangkan saja, sudah satu tahun ia berusaha, namun masih saja gagal. Mungkin masih butuh waktu.
Donghae menepuk bahu Eunhyuk, mencoba menyalurkan energy positif pada sahabatnya itu. “Bangkit, Hyuk! Aku yakin ‘dia’ pasti sedih melihat keadaanmu sakarang. Hidup dengan penuh kehampaan. Kau sudah seperti mayat hidup. Apa kau tidak kasihan pada Eomma dan noona-mu?”

“Aku, mengerti. Tapi…”
“Tidak! Kau tidak mengerti. Jika kau mengerti kau tidak akan bertindak sebodoh ini.” Bentak Donghae. Ia kemudian bangkit dari duduknya. “Maaf  aku terbawa emosi. Aku pulang dulu. Kau harus hidup dengan baik, Hyuk.”
Eunhyuk menahan tangan Donghae. “Tidak. Aku yang salah. Maaf.”
Hanya sebuah senyum tipis yang terukir di bibir Donghae. Pemuda itu kemudian melanjutkan langkahnya. Menutup pintu sepelan mungkin. Ia menghembuskan napas panjang setelah keluar dari kamar Eunhyuk. Sora dan eomma Eunhyuk menatapnya dengan penuh harap. Donghae menggeleng lemah kemudian turun ke ruang tengah.

**********************************

April 01, 2012

Eunhyuk berjalan pelan memasuki coffee shop. Matanya menyapu setiap sudut di ruangan itu. Seorang gadis berambut pirang di sudut melambai ke arahnya. Pemuda itu melempar senyum tipis kemudian melangkah menghampiri gadis itu. “Maaf, membuatmu menunggu nona, Shim.”
Gadis berambut pirang itu terkekeh pelan. “Berhenti menggodaku oppa.” Ia menyikut pelan lengan Eunhyuk setelah pemuda itu duduk di sampingnya.”
“Aku tidak menggodamu.” Elak Eunhyuk. Pemuda itu menyeruput Vannila Latte yang sudah tersedia di hadapannya.
“Ya! Itu milikku!”
Eunhyuk tertawa. Ia mengacak pelan rambut pirang yeoja-nya. “Kau lucu Young-ah.” Nayoung mempoutkan bibirnya, membuat tawa Donghae semakin pecah. Gadis itu menyenggol pelan tubuh Eunhyuk agar pemuda itu berhenti tertawa. Namun, ia diabaikan. Eunhyuk masih terus tertawa. Nayoung melempar tatapan dongkol ke arahnya. Gadis itu menginjak pelan kaki Eunhyuk kemudian menyilangkan kedua kakinya di depan dada. Mata almond-nya menghunus tajam ke arah mata Eunhyuk. “Hentikan, Lee Hyukjae!”
“Oppa, dengarkan aku.” Terdengar serius. Nayoung menarik napas panjang. Eunhyuk mendekatkan wajahnya. Ia menopang dagunya dengan kedua tangan. “Aku akan pindah ke Canada.” Nayoung menunduk.
Mata Eunhyuk membulat sempurna. Ia menegakkan kembali badannya. “MWO?” ia terkejut. “Kenapa harus pindah?” protesnya. Jujur ia tidak rela jika gadisnya harus pergi meninggalkannya. Ya walaupun hanya untuk beberapa hari saja. Harinya akan terasa hambar jika ia tidak mendengar celotehan Nayoung yang kadang terlalu berisik.
Nayoung menghela napas. “Em… itu. Aku tidak bisa mengatakannya padamu.” Kelereng matanya mulai berair. Sebenarnya ia takut Eunhyuk akan marah. Tapi ini juga demi Eunhyuk. Demi masa depan keduanya.
“Begitu kah? Terserah kau saja.” Balas Eunhyuk ketus.
“Oppa, kau marah?” Tanya Nayoung nyaris terdengar seperti bisikan. Suaranya bergetar. Pertahanannya sebentar lagi hancur. Butiran bening mulai mengalir mulus dari kedua sudut matanya.
Amarah Eunhyuk perlahan melebur. Ia tidak tega melihat gadisnya menangis. Hatinya sakit melihat air mata itu mengalir dari kedua sudut mata Nayuong. Ia mengutuk dirinya sendiri karena telah melukai hati yang selama ini selalu ia jaga. Hati yang sangat berharga bagi dirinya. Ia benar-benar menyesal.
Tangan kanannya terulur untuk menghapus mutiara gadisnya. “Uljima Young-ah. Melihatmu menangis membuat dadaku sesak. Maaf aku tidak bermaksud untuk membuatmu menangis.” Ia menarik tubuh gadisnya ke dalam pelukannya. Ia mengelus pelan rambut pirang Nayoung. Mencoba menenangkan.
Nayoung mendongak. Mata almondnya menatap lekat wajah Eunhyuk. “Kenapa?”
Donghae menangkupkan kedua tangannya di pipi Nayoung. Wajah gadis itu memerah. Ia sangat sensitif dengan sentuhan Eunhyuk.  Nayoung segera mengalihkan pandangannya ke bawah, melihat kakinya yang berayun kecil, berusaha menyembunyikan wajahnya yang hampir separti kepiting rebus. Eunhyuk tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, ia menarik wajah Nayoung agar kembali menatap wajahnya. “Harus berapa kali aku mengatakannya ke padamu. Karena aku mencintaimu Shim Nayoung.”  Mau tidak mau Nayoung harus kembali menatap wajah pemuda yang selalu bisa memacu jantungnya untuk bekerja lebih. Berada sedekat ini dengan wajah Eunhyuk membuat jantungnya seakan ingin meledak. Perlahan Eunhyuk mendekatkan wajahnya, semakin mempersempit jarak diantara keduanya.
“Uhuk!” Nayoung tiba-tiba berbatuk, mengacaukan suasana romantis yang dengan susah payah dibangun oleh Eunhyuk.
Sebuah dengusan pelan. “Aish… kau ini!” sungutnya
“Mianhae… “ sesal Nayoung sambil menutup mulut dan hidungnya dengan tissue.
Eunhyuk mengangguk. Tidak ada yang berkata lagi setelah pembicaraan itu usai, keduanya memandang ke luar jendela dalam diam, membiarkan waktu mengalir melewati mereka. Eunhyuk melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya. “Ku rasa sudah larut. Ayo pulang. Ah, iya. Jam berapa kau berangkat?”

******************************
Even if it hurts, pretending as it’s nothing
Even if tears fall, there’s a way to keep it
Even if this heart is scarred, there is a way to still peacefully smile

Nayoung meringkuk di atas ranjang. Tangannya sibuk menyumpal hidungnya dengan tissue. Darah segar terus mengalir tanpa lelah dari hidungnya sejak sepuluh menit lalu. Kepala gadis itu mulai pening dan terasa sangat berat. Matanya terus meminta untuk mengatup. Pandangannya mulai memudar. Buram. Semua gelap.
“Arg… sial.” Erangnya frustasi.

That is the way to break up…

                          ********************************    


April 03, 2012


Dini hari, Eunhyuk masih mencoba untuk tidur. Matanya kembali terpejam,namun tidak lebih dari satu menit kemudian, mata pemuda itu kembali terbuka. Entah unuk yang ke berapa, pemuda itu melakukan hal itu, namun hasinya selalu sama. Gagal. Sudah dua malam Eunhyuk mengalami insomnia. Entah mengapa ia selalu dihantui pikiran-pikiran buruk tentang Nayoung sejak gadis itu pergi ke Canada. Sudah dua hari pula ia kehilangan kontak dengan Nayoung. Itu membuatnya benar-benar frustasi. Eunhyuk bangkit dari ranjangnya kemudian berjalan menuju balkon kamarnya. Ia memejamkan matanya , membiarkan angin malam membelai lembut wajahnya yang lelah. Phonsel di atas nakas bordering nyaring membuatnya sedikit terlonjak. Ia berjalan gontai mendekati nakas, tangan kanannya meraih phonsel hitam yang terus berkelip.
“Yeobseo…” sapanya lemah.
“Hyuk, Nayoung masuk rumah sakit.” Helaan napas panjang. “Penyakit kanker otak. Dia berada di Seoul Hospital sekarang.” Eunhyuk terdiam.
“Apa? Jangan bergurau! Dia sudah pergi ke Canada dua hari lalu.” Ia menaikkan nada bicaranya.
Terdengar desahan dari seberang telepon. “Aku tidak bercanda. Cepat kemari dia ingin bertemu denganmu.”
Eunhyuk tak bereaksi. Ia masih bungkam. Hatinya semakin teriris. Sesak. Badannya terasa melemas kala itu. Ia jatuh terduduk bersandar pada badan nakas. “Kenapa rasanya sesakit ini. Ia membohongiku.” Lirihnya.

**************************

April 04, 2012

She is Gone…………
Rintikan hujan mengiringi langkahnya. Alam seakan ikut bersedih. Pemuda itu terus berlari menerobos hujan yang semakin deras. Ia tak peduli lagi dengan tubuhnya yang kini basah kuyup. Hanya satu hal yang ada dalam pikirannya sekarang. Menemui gadisnya secepat mungkin. Ia tidak akan membiarkan gadisnya menunggu lama. Ia terus berlari tanpa mempedulikan orang-orang yang melempar tatapan aneh ke arahnya. Bahkan ia sampai lupa memakai alas kaki. Hatinya kalut. Hancur menjadi serpihan-serpihan kecil yang akan mudah terbawa angin. Ia masih mencoba bertahan menangis dalam diam.
“Shim Nayoung!!!!!” teriaknya frustasi. Ia masih berlari. Dadanya naik turun dengan cepat. Rasanya seperti mimpi. Ini semua begitu cepat baginya. Ia ingin segera bangkit dari mimpi buruk ini. Tapi, itu tidak mungkin. Karena ini bukanlah sebuah mimpi. Ini kenyataan pahit yang harus ia terima. Rasanya baru kemarin ia bercanda tawa dengan gadisnya. Sekarang ia harus mengubur dalam-dalam impian yang pernah ia bangun bersama gadisnya. Gadisnya pergi begitu cepat, meninggalkannya dalam keterpurukan. Meninggalkannya dalam kesepian dan kerapuhan. Ia merasa menjadi kekasih yang sangat buruk karena baru mengetahui penjakit yang diderita kekasihnya. Ya, ia bodoh. Ia tidak peka dengan keadaan gadisnya. Bahkan saat sesuatu yang dinamakan kematian merenggut kebahagiaannya. Menyita paksa impiannya dan menyeret pergi gadisnya. Langkah gontai. Ia duduk bersimpuh di bawah nisan Shim Nayoung. Membelai lembut nisan dingin itu. Ia tersenyum miris.
“Kenapa kau pergi begitu cepat? Kau tau ini kado terburuk, Nayoung-ah.” Pemuda itu terisak. “Bukan arloji ini yang aku inginkan. Bukan pula permintaan maafmu dalam surat ini. Yang aku inginkan hanya dirimu. Melewati hari ulang tahun ku hanya berdua denganmu. Dan mengisi hari-hariku bersama denganmu.”
Hujan semakin lebat, namun pemuda itu tak peduli. Yang ia tahu hanya menemani gadisnya. Ia tidak ingin membiarkan gadisnya kesepian. Mungkin ia memang sudah gila karena terus berbicara dengan nisan. Hatinya benar-benar beku. Seperti nisan di hadapannya. Hatinya… remuk. “Kau melanggar janjimu. Kau bilang akan selalu menemaniku. Kau bohong.”
Langkah kaki terdengar mendekatinya, seorang pemuda dengan sebuah payung menatap miris ke arahnya. Wajahnya sayu. Ia menarik napas panjang. “Pergi Donghae-ya. Jangan ganggu aku dan Nayoung.”
Donghae menghela napas. Air mata perlahan meluncur dari kedua sudut matanya. “Hentikan, Hyuk. Biarkan dia pergi dengan tenang.” Ia mengusap lembut punggung Eunhyuk. “Ayo pulang!” ajaknya.
Eunhyuk menepis kasar tangan Donghae. Ia melempar tatapan tajam tepat ke arah manic mata Donghae. “Tidak. Ku bilang Pergi, Hae!!!”
Tatapan itu begitu menusuk hingga ke ulu hati Donghae. Apa yang harus ia perbuat. Sahabatnya itu memang keras kepala. Sebenarnya ia jauh lebih terluka. Hari sudah remuk mendengar kematian Nayoung, sekarang hatinya bertambah hancur melihat sahabatnya yang bertingkah seolah nisan itu adalah Nayoung. Jika ia bisa mengubah takdir. Ia ingin memindahkan penyakit Nayoung ke dalam dirinya. Namun, itu tidak akan pernah mungkin. Ia bukan malaikat ataupun Dewa. Ia bukan pula Tuhan. Ia hanya manusia biasa yang penuh dengan kekurangan. Donghae terisak, menangis dalam diam menyaksikan Eunhyuk yang terus berbicara. “Nayoung-ah, Eunhyuk benar-benar hancur.” Gumamnya pelan. Nyaris seperti bisikan.

**************************

April 04, 2013

My Last Day……
       Awan hitam menyelimuti sebagian kota Seoul. Rintikan hujan perlahan turun mengguyur daratan. Eunhyuk termenung di balkon kamarnya. Tatapannya kosong. Angin yang berhembus kencang membelai lembut wajahnya yang terlihat semakin tirus. Ia mengulurkan tanganya ke depan. Menikmati sensasi air hujan yang mengetuk-etuk jari-jarinya. Mengingat kembali kenangan terakhirnya bersama gadisnya. Bersama Shim Nayoung.

“Young, ayo kembali ke kamar. Di sini dingin.” Gadis itu hanya tersenyum tipis kemudian menggeleng.
“Tidak. Aku ingin di sini. Bersama denganmu. Ku mohon.” Gadisnya bersandar pada tubuhnya, tangan kanannya terus membelai rambut pirang gadisnya yang semakin tipis.
Nayoung merebahkan kepalanya di pangkuan Eunhyuk. “Boleh aku bicara sesuatu oppa?” matanya terlihat sangat sayu.
Sebuah anggukkan. “Apa?”
“Selamat Ulang Tahun. Aku mencintaimu.” Ia tersenyum tulus. “Ini untukmu. Semoga kau menyukainya” senyum masih membingkai wajahnya yang semakin kurus.
Eunhyuk terdiam. Ia memandang sendu gadisnya. “Terlalu cepat Young. Ulang tahunku masih besok.”
“Aku takut, aku sudah tidur besok.” Ia membelai lembut wajah Eunhyuk dengan jari-jari lentiknya.
Eunhyuk tercekat. Hatinya menjerit mendengar penuturan Nayoung. “Sssttt…Jangan berkata begitu. Aku yakin kau akan sembuh.” Ia kembali membelai rambut gadisnya. Diraihnya tangan Nayoung kemudian ia genggam erat. Ia tidak ingin membiarkan gadisnya pergi. “Aku mencintaimu, Young. Saranghae.”
“Saranghae.”

      Gadis itu tersenyum padanya, ia bertemu gadisnya lagi. Dengan balutan gaun putih gadis itu tampak lebih sehat dari yang terakhir kali ia lihat. Ia balas tersenyum. Direngkuh ke dalam pelukannya. Ia sungguh merindukan gadisnya. Kini ia benar-benar menemukan gadisnya lagi. Pelukan itu dipererat. Ia tidak akan pernah melepaskan gadisnya lagi. Tidak akan.
      “Oppa, aku merindukanmu.”
      “Nado, Young-ah. Jangan pergi lagi dariku. Jangan tinggalkan aku lagi.”
      “Tidak akan lagi. Kita akan bersama oppa. Di sini. Di tempat yang lebih baik. Yang lebih indah dari dunia.”
      Keduanya tersenyum. Eunhyuk mendekatkan wajahnya. Mempersempit jarak di antara ke duanya. Bibir mereka bertaut meluapkan segala kerinduan yang selama ini menghantui keduanya. Kerinduannya dan kesedihannya. Ia bahagia. Ya, Eunhyuk sangat bahagia.

**************************
     Donghae menatap lurus ke depan. Dua orang yang sangat ia sayangi telah terbaring tenang di sana. Ia mendongak kemudian menarik napas panjang. “Selamat Jalan Shim Nayoung, Lee Hyukjae.”
     Ia bangkit, melangkah pergi meninggalkan dua nisan dingin itu dalam diam. “Semoga kalian bahagia.”
     Mereka pergi.
    


    Shim Nayoung, 04 april 2012
Kanker otak membuatnya menghembuskan napas terakhir

     Lee Hyukjae, 04 april 2013
Tewas bunuh diri, terjun bebas dari apartementnya di lantai 10.


END