Tittle : My Last Day
Author : Ika S Diastuti
Cast : Lee Hyukjae (Eunhyuk)
Shim Nayoung
Lee Donghae
Genre : Sad
Rating : General
April 04, 2013
Eunhyuk duduk
termenung di tepi ranjangnya. Hari memang sudah siang, namun ia masih belum
ingin beranjak. Rutinitas sejak satu tahun lalu. Kepalanya menunduk dengan mata
yang terpejam. Cukup lama ia dalam posisi tersebut, hingga suara decitan pintu
memaksanya untuk merubah posisi. Dia mendongak menatap namja yang sempat
mengusiknya. Ya, mengusik lamunannya. Pemuda itu berdiri di ambang pintu. Tatapannya sayu,
terpancar kesedihan dari sana.
“Apa
yang sedang kau pikirkan, Eunhyuk-ah?” Tanya pemuda itu setelah duduk di tepi
ranjang. Tatapannya masih sama.
Eunhyuk tersenyum.
Seolah tidak apa-apa. Gagal. Senyumnya malah membuat ia semakin terlihat
menyedihkan. “Tidak ada. Kenapa kau kemari, Donghae-ya? Tumben.”
“Aku hanya ingin menemanimu.
Tidak boleh?” Donghae belum merubah tatapannya. Hatinya seperti teriris melihat
sahabatnya yang begitu rapuh. Seperti mayat hidup. Ia bingung apa yang harus ia
lakukan. Segala cara sudah ia lakukan agar Eunhyuk bangkit dan melanjutkan hidupnya kembali. Tapi, semua usahanya selalu
berakhir dengan kegagalan.
“Sudah hampir satu
tahun ‘dia’ meninggalkanku.” Lirih Eunhyuk. Suaranya bergetar.
Hati Donghae
semakin teriris mendengarnya. Perih. “Kau merindukannya?”
Sebuah anggukkan
lemah. Eunhyuk bergeming mentap ke luar jendela. Mengundang desahan dari mulut
Donghae. Ia menghela napas. “Dengar, ‘dia’ tidak meninggalkanmu. ‘Dia’ ada
bersamamu.” Donghae menepuk dada Eunhyuk. “’Dia’ di sini. Di hatimu.”
Eunhyuk mendongak, menatap wajah Donghae yang terlihat lelah. Lelah dengan sikap Eunhyuk yang selalu menyendiri, mengurung diri di kamar, seperti mayat hidup sejak setahun lalu. Ia adalah satu-satunya orang yang masih sabar menghadapi Eunhyuk, bahkan keluarganya sendiri sudah menyerah. Tapi, sebagai sahabat yang baik, yang selalu ada untuk Eunhyuk, yang siap menjalani suka duka bersama Eunhyuk, Donghae terus berusaha untuk membuat Eunhyuk bangkit dari keterpurukannya. Walaupun itu semua memang sulit. Bayangkan saja, sudah satu tahun ia berusaha, namun masih saja gagal. Mungkin masih butuh waktu.
Donghae menepuk
bahu Eunhyuk, mencoba menyalurkan energy positif pada sahabatnya itu. “Bangkit,
Hyuk! Aku yakin ‘dia’ pasti sedih melihat keadaanmu sakarang. Hidup dengan
penuh kehampaan. Kau sudah seperti mayat hidup. Apa kau tidak kasihan pada
Eomma dan noona-mu?”
“Tidak! Kau tidak
mengerti. Jika kau mengerti kau tidak akan bertindak sebodoh ini.” Bentak
Donghae. Ia kemudian bangkit dari duduknya. “Maaf aku terbawa emosi. Aku pulang dulu. Kau harus
hidup dengan baik, Hyuk.”
Eunhyuk menahan
tangan Donghae. “Tidak. Aku yang salah. Maaf.”
Hanya sebuah
senyum tipis yang terukir di bibir Donghae. Pemuda itu kemudian melanjutkan
langkahnya. Menutup pintu sepelan mungkin. Ia menghembuskan napas panjang
setelah keluar dari kamar Eunhyuk. Sora dan eomma Eunhyuk menatapnya dengan penuh
harap. Donghae menggeleng lemah kemudian turun ke ruang tengah.
**********************************
April 01, 2012
Eunhyuk berjalan
pelan memasuki coffee shop. Matanya menyapu setiap sudut di ruangan itu.
Seorang gadis berambut pirang di sudut melambai ke arahnya. Pemuda itu melempar
senyum tipis kemudian melangkah menghampiri gadis itu. “Maaf, membuatmu
menunggu nona, Shim.”
Gadis berambut
pirang itu terkekeh pelan. “Berhenti menggodaku oppa.” Ia menyikut pelan lengan
Eunhyuk setelah pemuda itu duduk di sampingnya.”
“Aku tidak
menggodamu.” Elak Eunhyuk. Pemuda itu menyeruput Vannila Latte yang sudah
tersedia di hadapannya.
“Ya! Itu milikku!”
Eunhyuk tertawa.
Ia mengacak pelan rambut pirang yeoja-nya. “Kau lucu Young-ah.” Nayoung
mempoutkan bibirnya, membuat tawa Donghae semakin pecah. Gadis itu menyenggol
pelan tubuh Eunhyuk agar pemuda itu berhenti tertawa. Namun, ia diabaikan.
Eunhyuk masih terus tertawa. Nayoung melempar tatapan dongkol ke arahnya. Gadis
itu menginjak pelan kaki Eunhyuk kemudian menyilangkan kedua kakinya di depan
dada. Mata almond-nya menghunus tajam ke arah mata Eunhyuk. “Hentikan, Lee
Hyukjae!”
“Oppa, dengarkan
aku.” Terdengar serius. Nayoung menarik napas panjang. Eunhyuk mendekatkan
wajahnya. Ia menopang dagunya dengan kedua tangan. “Aku akan pindah ke Canada.”
Nayoung menunduk.
Mata Eunhyuk
membulat sempurna. Ia menegakkan kembali badannya. “MWO?” ia terkejut. “Kenapa
harus pindah?” protesnya. Jujur ia tidak rela jika gadisnya harus pergi
meninggalkannya. Ya walaupun hanya untuk beberapa hari saja. Harinya akan
terasa hambar jika ia tidak mendengar celotehan Nayoung yang kadang terlalu
berisik.
Nayoung menghela
napas. “Em… itu. Aku tidak bisa mengatakannya padamu.” Kelereng matanya mulai
berair. Sebenarnya ia takut Eunhyuk akan marah. Tapi ini juga demi Eunhyuk.
Demi masa depan keduanya.
“Begitu kah?
Terserah kau saja.” Balas Eunhyuk ketus.
“Oppa, kau marah?”
Tanya Nayoung nyaris terdengar seperti bisikan. Suaranya bergetar.
Pertahanannya sebentar lagi hancur. Butiran bening mulai mengalir mulus dari
kedua sudut matanya.
Amarah Eunhyuk
perlahan melebur. Ia tidak tega melihat gadisnya menangis. Hatinya sakit
melihat air mata itu mengalir dari kedua sudut mata Nayuong. Ia mengutuk
dirinya sendiri karena telah melukai hati yang selama ini selalu ia jaga. Hati
yang sangat berharga bagi dirinya. Ia benar-benar menyesal.
Tangan kanannya
terulur untuk menghapus mutiara gadisnya. “Uljima Young-ah. Melihatmu menangis
membuat dadaku sesak. Maaf aku tidak bermaksud untuk membuatmu menangis.” Ia
menarik tubuh gadisnya ke dalam pelukannya. Ia mengelus pelan rambut pirang
Nayoung. Mencoba menenangkan.
Nayoung mendongak.
Mata almondnya menatap lekat wajah Eunhyuk. “Kenapa?”
Donghae
menangkupkan kedua tangannya di pipi Nayoung. Wajah gadis itu memerah. Ia
sangat sensitif dengan sentuhan Eunhyuk.
Nayoung segera mengalihkan pandangannya ke bawah, melihat kakinya yang
berayun kecil, berusaha menyembunyikan wajahnya yang hampir separti kepiting
rebus. Eunhyuk tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, ia menarik wajah Nayoung
agar kembali menatap wajahnya. “Harus berapa kali aku mengatakannya ke padamu.
Karena aku mencintaimu Shim Nayoung.” Mau tidak mau Nayoung harus kembali menatap
wajah pemuda yang selalu bisa memacu jantungnya untuk bekerja lebih. Berada
sedekat ini dengan wajah Eunhyuk membuat jantungnya seakan ingin meledak.
Perlahan Eunhyuk mendekatkan wajahnya, semakin mempersempit jarak diantara
keduanya.
“Uhuk!” Nayoung
tiba-tiba berbatuk, mengacaukan suasana romantis yang dengan susah payah
dibangun oleh Eunhyuk.
Sebuah dengusan
pelan. “Aish… kau ini!” sungutnya
“Mianhae… “ sesal
Nayoung sambil menutup mulut dan hidungnya dengan tissue.
Eunhyuk
mengangguk. Tidak ada yang berkata lagi setelah pembicaraan itu usai, keduanya
memandang ke luar jendela dalam diam, membiarkan waktu mengalir melewati
mereka. Eunhyuk melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya. “Ku rasa
sudah larut. Ayo pulang. Ah, iya. Jam berapa kau berangkat?”
******************************
Even if it hurts, pretending as it’s nothing
Even if tears fall, there’s a way to keep it
Even if this heart is scarred, there is a way
to still peacefully smile
Nayoung meringkuk
di atas ranjang. Tangannya sibuk menyumpal hidungnya dengan tissue. Darah segar
terus mengalir tanpa lelah dari hidungnya sejak sepuluh menit lalu. Kepala
gadis itu mulai pening dan terasa sangat berat. Matanya terus meminta untuk
mengatup. Pandangannya mulai memudar. Buram. Semua gelap.
“Arg… sial.”
Erangnya frustasi.
That is the way to break up…
********************************
April 03, 2012
Dini hari, Eunhyuk
masih mencoba untuk tidur. Matanya kembali terpejam,namun tidak lebih dari satu
menit kemudian, mata pemuda itu kembali terbuka. Entah unuk yang ke berapa,
pemuda itu melakukan hal itu, namun hasinya selalu sama. Gagal. Sudah dua malam
Eunhyuk mengalami insomnia. Entah mengapa ia selalu dihantui pikiran-pikiran
buruk tentang Nayoung sejak gadis itu pergi ke Canada. Sudah dua hari pula ia
kehilangan kontak dengan Nayoung. Itu membuatnya benar-benar frustasi. Eunhyuk
bangkit dari ranjangnya kemudian berjalan menuju balkon kamarnya. Ia memejamkan
matanya , membiarkan angin malam membelai lembut wajahnya yang lelah. Phonsel
di atas nakas bordering nyaring membuatnya sedikit terlonjak. Ia berjalan gontai
mendekati nakas, tangan kanannya meraih phonsel hitam yang terus berkelip.
“Yeobseo…” sapanya
lemah.
“Hyuk, Nayoung
masuk rumah sakit.” Helaan napas panjang. “Penyakit kanker otak. Dia berada di
Seoul Hospital sekarang.” Eunhyuk terdiam.
“Apa? Jangan
bergurau! Dia sudah pergi ke Canada dua hari lalu.” Ia menaikkan nada
bicaranya.
Terdengar desahan
dari seberang telepon. “Aku tidak bercanda. Cepat kemari dia ingin bertemu
denganmu.”
Eunhyuk tak
bereaksi. Ia masih bungkam. Hatinya semakin teriris. Sesak. Badannya terasa
melemas kala itu. Ia jatuh terduduk bersandar pada badan nakas. “Kenapa rasanya
sesakit ini. Ia membohongiku.” Lirihnya.
**************************
April 04, 2012
She is Gone…………
Rintikan hujan mengiringi
langkahnya. Alam seakan ikut bersedih. Pemuda itu terus berlari menerobos hujan
yang semakin deras. Ia tak peduli lagi dengan tubuhnya yang kini basah kuyup.
Hanya satu hal yang ada dalam pikirannya sekarang. Menemui gadisnya secepat
mungkin. Ia tidak akan membiarkan gadisnya menunggu lama. Ia terus berlari
tanpa mempedulikan orang-orang yang melempar tatapan aneh ke arahnya. Bahkan ia
sampai lupa memakai alas kaki. Hatinya kalut. Hancur menjadi serpihan-serpihan
kecil yang akan mudah terbawa angin. Ia masih mencoba bertahan menangis dalam
diam.
“Shim
Nayoung!!!!!” teriaknya frustasi. Ia masih berlari. Dadanya naik turun dengan
cepat. Rasanya seperti mimpi. Ini semua begitu cepat baginya. Ia ingin segera
bangkit dari mimpi buruk ini. Tapi, itu tidak mungkin. Karena ini bukanlah
sebuah mimpi. Ini kenyataan pahit yang harus ia terima. Rasanya baru kemarin ia
bercanda tawa dengan gadisnya. Sekarang ia harus mengubur dalam-dalam impian
yang pernah ia bangun bersama gadisnya. Gadisnya pergi begitu cepat,
meninggalkannya dalam keterpurukan. Meninggalkannya dalam kesepian dan
kerapuhan. Ia merasa menjadi kekasih yang sangat buruk karena baru mengetahui
penjakit yang diderita kekasihnya. Ya, ia bodoh. Ia tidak peka dengan keadaan
gadisnya. Bahkan saat sesuatu yang dinamakan kematian merenggut kebahagiaannya.
Menyita paksa impiannya dan menyeret pergi gadisnya. Langkah gontai. Ia duduk
bersimpuh di bawah nisan Shim Nayoung. Membelai lembut nisan dingin itu. Ia
tersenyum miris.
“Kenapa kau pergi
begitu cepat? Kau tau ini kado terburuk, Nayoung-ah.” Pemuda itu terisak.
“Bukan arloji ini yang aku inginkan. Bukan pula permintaan maafmu dalam surat
ini. Yang aku inginkan hanya dirimu. Melewati hari ulang tahun ku hanya berdua
denganmu. Dan mengisi hari-hariku bersama denganmu.”
Hujan semakin
lebat, namun pemuda itu tak peduli. Yang ia tahu hanya menemani gadisnya. Ia
tidak ingin membiarkan gadisnya kesepian. Mungkin ia memang sudah gila karena
terus berbicara dengan nisan. Hatinya benar-benar beku. Seperti nisan di
hadapannya. Hatinya… remuk. “Kau melanggar janjimu. Kau bilang akan selalu
menemaniku. Kau bohong.”
Langkah kaki
terdengar mendekatinya, seorang pemuda dengan sebuah payung menatap miris ke
arahnya. Wajahnya sayu. Ia menarik napas panjang. “Pergi Donghae-ya. Jangan
ganggu aku dan Nayoung.”
Donghae menghela
napas. Air mata perlahan meluncur dari kedua sudut matanya. “Hentikan, Hyuk.
Biarkan dia pergi dengan tenang.” Ia mengusap lembut punggung Eunhyuk. “Ayo
pulang!” ajaknya.
Eunhyuk menepis
kasar tangan Donghae. Ia melempar tatapan tajam tepat ke arah manic mata
Donghae. “Tidak. Ku bilang Pergi, Hae!!!”
Tatapan itu begitu
menusuk hingga ke ulu hati Donghae. Apa yang harus ia perbuat. Sahabatnya itu
memang keras kepala. Sebenarnya ia jauh lebih terluka. Hari sudah remuk
mendengar kematian Nayoung, sekarang hatinya bertambah hancur melihat
sahabatnya yang bertingkah seolah nisan itu adalah Nayoung. Jika ia bisa
mengubah takdir. Ia ingin memindahkan penyakit Nayoung ke dalam dirinya. Namun,
itu tidak akan pernah mungkin. Ia bukan malaikat ataupun Dewa. Ia bukan pula
Tuhan. Ia hanya manusia biasa yang penuh dengan kekurangan. Donghae terisak,
menangis dalam diam menyaksikan Eunhyuk yang terus berbicara. “Nayoung-ah,
Eunhyuk benar-benar hancur.” Gumamnya pelan. Nyaris seperti bisikan.
**************************
April 04, 2013
My Last Day……
Awan hitam menyelimuti sebagian kota
Seoul. Rintikan hujan perlahan turun mengguyur daratan. Eunhyuk termenung di
balkon kamarnya. Tatapannya kosong. Angin yang berhembus kencang membelai lembut
wajahnya yang terlihat semakin tirus. Ia mengulurkan tanganya ke depan.
Menikmati sensasi air hujan yang mengetuk-etuk jari-jarinya. Mengingat kembali
kenangan terakhirnya bersama gadisnya. Bersama Shim Nayoung.
“Young, ayo kembali ke kamar. Di sini dingin.”
Gadis itu hanya tersenyum tipis kemudian menggeleng.
“Tidak. Aku ingin di sini. Bersama denganmu. Ku
mohon.” Gadisnya bersandar pada tubuhnya, tangan kanannya terus membelai rambut
pirang gadisnya yang semakin tipis.
Nayoung merebahkan kepalanya di pangkuan
Eunhyuk. “Boleh aku bicara sesuatu oppa?” matanya terlihat sangat sayu.
Sebuah anggukkan. “Apa?”
“Selamat Ulang Tahun. Aku mencintaimu.” Ia
tersenyum tulus. “Ini untukmu. Semoga kau menyukainya” senyum masih membingkai
wajahnya yang semakin kurus.
Eunhyuk terdiam. Ia memandang sendu gadisnya.
“Terlalu cepat Young. Ulang tahunku masih besok.”
“Aku takut, aku sudah tidur besok.” Ia membelai
lembut wajah Eunhyuk dengan jari-jari lentiknya.
Eunhyuk tercekat. Hatinya menjerit mendengar
penuturan Nayoung. “Sssttt…Jangan berkata begitu. Aku yakin kau akan sembuh.”
Ia kembali membelai rambut gadisnya. Diraihnya tangan Nayoung kemudian ia
genggam erat. Ia tidak ingin membiarkan gadisnya pergi. “Aku mencintaimu,
Young. Saranghae.”
“Saranghae.”
Gadis itu tersenyum padanya, ia bertemu
gadisnya lagi. Dengan balutan gaun putih gadis itu tampak lebih sehat dari yang
terakhir kali ia lihat. Ia balas tersenyum. Direngkuh ke dalam pelukannya. Ia
sungguh merindukan gadisnya. Kini ia benar-benar menemukan gadisnya lagi.
Pelukan itu dipererat. Ia tidak akan pernah melepaskan gadisnya lagi. Tidak
akan.
“Oppa, aku merindukanmu.”
“Nado, Young-ah. Jangan pergi lagi
dariku. Jangan tinggalkan aku lagi.”
“Tidak akan lagi. Kita akan bersama oppa.
Di sini. Di tempat yang lebih baik. Yang lebih indah dari dunia.”
Keduanya tersenyum. Eunhyuk mendekatkan
wajahnya. Mempersempit jarak di antara ke duanya. Bibir mereka bertaut
meluapkan segala kerinduan yang selama ini menghantui keduanya. Kerinduannya
dan kesedihannya. Ia bahagia. Ya, Eunhyuk sangat bahagia.
**************************
Donghae menatap lurus ke depan. Dua orang
yang sangat ia sayangi telah terbaring tenang di sana. Ia mendongak kemudian
menarik napas panjang. “Selamat Jalan Shim Nayoung, Lee Hyukjae.”
Ia bangkit, melangkah pergi meninggalkan
dua nisan dingin itu dalam diam. “Semoga kalian bahagia.”
Mereka pergi.
Shim Nayoung, 04
april 2012
Kanker otak membuatnya menghembuskan napas terakhir
Lee Hyukjae, 04 april
2013
Tewas bunuh diri, terjun bebas dari apartementnya di lantai 10.
END